Sepertinya Tradisi Ngopi Kita Mulai Jauh Sebelum Gaung Kedawung

Penampang Muka Sasana Krida Dongeng kopi Roastery di Dusun Dalangan, Kalimati, Tirtomartani, Kalasan, Sleman

Tiga orang memegang cangkir, menikmati kopi dengan busana zaman kerajaan, jadi logo Dongeng Kopi Roastery yang kini hadir di Dalangan, Kalimati, Tirtomartani, Kalasan Sleman.

Tradisi Ngopi, Tradisi Kami. Gambar dalam kopi kemasan Dongeng Kopi. Dok. dongengkopi.id


Baca: Tiga Orang Duduk Bersila Bersulang Kopi di Panil Relief Candi

Dapur panggang yang menjadi ruang muasal berbagai kopi ini beredar, secara gambar yang kini terpampang sebagai plang bukan hadir tiba-tiba.

Ia hadir jauh sebelum bangunan Sasaki Dokori kependekan dari Sasana Krida Dongeng Kopi Roastery berdiri. Kemunculannya dimulai dari proyek rakyat bantu rakyat saat pandemi menghampiri negri ini. Tepat bulan Mei 2020, dua tahun sebelum dapur panggang pindah ke Kalasan, kelompok tani jaringan Dongeng Kopi yang berada di bagian barat Jawa lewat kontak pemuda tani bernama Mas Rubi menghubungi untuk meminta bantu serap stok kopi yang melimpah seiring banyak kedai yang tumbang dan keran ekspor sementara ditutup. Kopi dari daerah Cianjur dan Puncak Bogor kemudian kami oleh dalam bundel Jawa Barat dengan berbagai pilihan.

Ben, Seniman dibalik Komik Kopi. Beberapa karyanya tersebar di kedai-kedai kopi dan penyedia piranti perkakas pendukung kopi. Dok. Geraldino Akbar, laman instagram, 2019

Kami menggandeng Ben, seniman yang punya alias komik kopi karena fokus gambarnya yang hanya mengerjakan seputar kopi, sebagai eksekutor untuk memvisualisasi dagangan kami. Salah satu yang kami pesan ke Ben, adalah satu kata kunci ‘tradisi ngopi, tradisi kami’ yang kemudian diterjemahkan sangat baik dalam bentuk visual. Ben menggali sangat dalam hingga menjumpai satu panil relief dinding candi yang diwujudkan dalam gambar tersebut. Di belakangnya tepat bulan bersinar penuh tempat energi positif memancar sangat kuat. Purnama juga dianggap sebagai jembatan penghubung masa lalu dan masa depan di beberapa kebudayaan. Bulan badar juga dianggap momentum refleksi, seperti kopi yang juga jadi media refleksi lewat terjaga di sepertiga malam para sufi.

Menjadi sangat kebetulan, dapur panggang kami saat ini satu desa dengan situs situs zaman Mataram Kuno. Kata orang orang zaman sekarang sangat relate sekali.

Gambar yang jadi penampang ini sekaligus sebagai narasi tandingan soal arus besar bahwa kopi hadir di nusantara lantaran dibawa oleh proses Colonial Spread. Satu narasi yang banyak diamini oleh sebagian besar kita, bahwa kedatangan kopi di Indonesia dibawakan oleh Belanda melalui kolonialisasi.
Padahal ada beberapa temuan bahwa kopi jauh jauh hari sudah ada di nusantara lewat perdagangan lintas samudera zaman kerajaan.

Berita soal Raja Kutai Kartanegara adalah orang pertama Kalimantan yang mencicip kopi saat anjangsana ke Majapahit di Jawa pada abad 15 misalnya, seharusnya menggugurkan soal Belanda yang baru mengukuhkan kopi sebagai komoditas andalan pada abad ke 18.

“Kahwa dan téh, serta dengan djoeadahnja berdjenis-djenis roepanja dan tjita rasanja jang seperti dodol dan noman madoe moengsoe dan serikaja dan lelapon sitoekoepan,”

Constantinus Alting Mees dalam “De Kroniek Van Koetai” pada 1935.

Temuan dalam satu peripih (wadah batu yang terletak di dasar candi) yang bersama dengan biji kopi bersama dengan biji padi, jagung dan jelai di kompleks Candi Plaosan abad ke-9 di Jawa dari sumber catatan Sumijati Atmosudiro et al 2008 dan BPCB Jawa Tengah, juga menyisakan tanda tanya besar apakah kopi sudah hadir sejak lebih awal.

Termasuk juga tulisan dalam sebuah prasasti lempengan tembaga berbahasa kawi yang ditemukan di Surabaya bertarikh 856 Masehi, lewat tulisan Norbert Pieter Berg dalam “Historical-statistical Notes on the Production and Consumption of Coffee” pada tahun1880, biji kopi dalam prasasti tersebut disebutkan dengan ‘wiji kawa’ adalah bukti lain bisa jadi kopi telah hadir jauh sebelum para penjelajah samudra itu tiba.

Belum lagi temuan pohon kopi berusia tua dengan perkiraan 200 – 300 tahun telah ditemui di bagian selatan Pulau Sulawesi pada tahun 1920, lewat tulisan Antony Wild pada tahun 2019 di media “Sunday Times” Srilanka, serta minuman kawa daun sajian khas Minangkabau yang oleh Pakar sejarah dari Universitas Andalas Prof. Gusti Asnan dibantah tegas sebagai minuman akibat proses kolonialisasi tersebab rakyat hanya menikmati daunnya untuk direbus lantaran kopinya dibawa semua ke Amsterdam adalah bukti bukti sejarah yang tidak dibacakan orang lain harus kita gali.

Jauh sebelum Belanda masuk, orang Minangkabau sudah mengenal kopi daun (kawa) sebagai minuman. Mereka sejak awal memang tidak mengkonsumsi biji kopi untuk minuman.

Prof. Gusti Asnan, Pakar sejarah dari Universitas Andalas
Teori persebaran kopi di dunia yang dikenal dengan Colonial Spread. Dok. Coffee Obsession.

Bila sejarah kedatangan kopi di Nusantara rupanya hadir jauh lebih awal, peradaban kopi kita benar-benar lebih tua ketimbang Eropa, Amerika, Asia Timur yang kini sangat dielu-elukan oleh sebagian besar dari kita.

Sumber Bacaan: Kopi dan Muasalnya yang Masih Tanda Tanya