Talk Show JCW #2: Keselamatan Kerja di Hulu, Kepastian Persediaan di Hilir

Setelah seremoni pembukaan resmi Jogja Coffee Week #2 Jumat, 2 September 2022, sore kemarin, yang menghadirkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno secara daring, langsung disusul dengan talk show bertajuk Agroforestry Kopi dan Antisipasi Kecelakaan Kerja di Sektor Hulu. Dua pembicara tema ini diantaranya adalah Dosen Sekolah Vokasi Universitas Gajah Mada, Wiyono T Putro, dan Direktur CV. Tria Persada Menoreh , Heri Susanto yang dimoderatori Renggo Darsono dari Dongeng Kopi.

Heri Susanto yang juga ketua gapoktan kelompok tani hutan Menoreh ini mengungkapkan bahwa Agroforestry Kopi adalah jawaban atas degradasi hutan, alih fungsi lahan yang serampangan, sekaligus memberikan nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat sekitar hutan.

Talk Show Agroforestry Kopi & Antisipasi Kecelakaan Kerja di Sektor Hulu Jogja Coffee Week 2022. Dok. dongengkopi.id

c

Lebih lanjut Pemilik Kopi Mbajing ini mengungkapkan bahwa agroforestri kopi adalah salah satu upaya konservasi lingkungan. Masyarakat dapat penghasilan tambahan dengan mengolah buah kopi tanpa harus menebang pohonnya. Sehingga cadangan karbon dan air tanah tetap terpelihara. Peningkatan ekonomi masyarakat meningkat sebab sebelumnya hanya semata memanfaatkan hutan rakyat untuk tanaman kayu dan rumput untuk ternak.

“Akan tetapi, kalau kopi konservasi itu tidak bisa jumlahnya banyak ya, karena memang bukan diupayakan secara intensif. Akan menjadi pertanyaan tentunya jika kopi konservasi jumlahnya sangat besar, bisa jadi sudah terjadi alih fungsi lahan jadi murni perkebunan kopi” tandasnya.

Sementara Wiyono T Putro mengungkapkan, petani kopi di hutan maupun di tempat-tempat yang sangat tinggi itu rentan terhadap kecelakaan kerja. Banyak petani yang tidak sadar, bahwa ada banyak resiko yang bisa didapat di sektor hulu. Mereka cenderung abai sebelum ada kasuistik salah satu rekannya mengalami kecelakaan tersebut.

“Penggunaan alat pelindung diri seperti sepatu bot, memakai lengan panjang, adalah contoh kecil yang kerap tidak diperhatikan padahal itu bagian dari antisipasi seperti tersengat serangga, hewan berbisa, dan lain sebagainya”

“Namun biasanya kesadaran akan perlunya K3 baru muncul setelah produknya masuk ke perdagangan global. Sebab salah satu syarat yang diwajibkan untuk menembus ekspor misalnya adalah sertifikasi yang dokumen tersebut bisa didapat poin utamanya salah satunya adalah terkait bagaimana penerapan K3 yang sesuai standar.”

Terang dosen prodi sarjana terapan pengelolaan hutan kampus biru ini yang juga trainer, konsultan, dan tenaga ahli sertifikasi berbagai bidang ini.

Talk show yang berlangsung selama satu jam ini menjadi pencerahan bagi para pengunjung Jogja Coffee Week tentunya. Peneliti Aspek Sosial Ekonomi Kopi pada perhutanan Sosial ini lebih lanjut mengajak semua pihak untuk terus berupaya membangun kesadaran soal K3.

“Jika di hilir sama-sama memperhatikan soal keselamatan kerja, tentu rantai pasokan produk akan terjaga sebagai bahan baku. Jika tidak, tentu mengganggu kelancaran. Kalau petaninya terus berkurang, bagaimana pasokan lancar karena terjadi hal hal yang tidak diinginkan”

Maka peran seperti LSM, pelaku kopi untuk concern di bagian ini harus sama sama kita dukung. Sebab jumlah petani kita kan tidak banyak. Regenerasinya sangat lambat sekali, kalau ada yang celaka karena kurang mitigasi maka di bagian hilir tentu terdampak.