Kapanpun itu, Kami Tetap Terjaga Meski Listrik Tidak Berdaya

Sunyi tapi tidak sepi

Tidak tergantung sepenuhnya pada arus listrik membuat kami tetap hadir kendati ‘oglangan’ kerap mampir menghampiri. Bagi kami, menjerang air lebih hemat dan kadang sedikit cepat ketimbang memakai teko pemanas yang rakus melumat daya pulsa. 
Selain itu menjerang air adalah penanda ada tamu yang datang berkunjung. Aktivitas tua yang tak akan pernah kami tanggalkan warisan dari orang tua kita menyambut pelawat merawat silaturahmi. Menyiapkan secangkir kopi atau teh teman berbincang penggembur tandusnya kapling yang kadang terasa kering.

Pilihan menggunakan kompor untuk memanaskan air bagi sebagian kedai dianggap kuno dan ketinggalan. Tetapi sejatinya kami tidak pernah mati gaya begitu giliran padam listrik datang. Kami tetap bisa membuatkan pesanan, menemani berbincang dan aktivitas lain tetap berjalan seperti biasa karena ada jenset yang tetap kami nyalakan. Jadi apabila bayangan begitu padam tidak bisa berbuat apa-apa, maka itu kurang tepat. 
Kawan-kawan tetap bisa bekerja seperti biasanya, hanya saja untuk pesanan yang berbasis espresso akan sedikit lebih lamban. Kami memilih menyajikan dengan manual saat listrik padam. Demi agar semua bisa gawai dan perangkat kerja tetap bisa menyala.