Galang Warga, Gelanggang Jam Terbang di Dongeng Kopi

Kedai kopi memiliki peran penting dalam banyak perubahan sosial. Ini adalah fakta sosial yang tidak bisa dipungkiri. Sejarah di Inggris mencatat pada tahun 1650, Jacob, seorang pedagang berdarah Yahudi, membuka kedai kopi pertamanya di London, bernama “Angel”.

Kedai kopi sebagai ruang diskursus wacana banyak perubahan di berbagai penjuru dunia.

Segera, kedai kopinya menjadi tempat berkumpulnya kamu terpelajar untuk membaca, untuk belajar, untuk berdebat. Orang Inggris yang terkenal suka minuman beralkohol menganggap bahwa kedai kopi adalah tempat untuk “menjadi waras” dan pengunjungnya dianggap lebih cerdas ketimbang para pengunjung bar dan pub ketika itu.

Para pengunjung kedai kopi bebas melakukan diskusi dengan siapa saja, tanpa memandang kelas, aliran politik, dan kasta, asal tetap menjaga sopan santun dan tidak membahas hal-hal sensitif seperti agama. Mereka dilarang bermain judi di dalam kedai kopi. Di samping itu, para pengunjung tidak boleh memaki, berkata kasar, atau akan didenda. Kalau sampai terjadi pertengkaran, orang yang memulai pertengkaran harus mentraktir lawannya secangkir kopi.


Tidak hanya di Inggris, di Turki, Perancis, Jerman, Amerika, Arab, Mesir, perubahan besar diperbincangkan di kedai kopi. Kaum intelektual, seniman, sastrawan, filsuf, ahli dan pakar berkumpul di kedai kopi untuk berdiskusi dalam proses produksi wacana dalam wadah dialog, debat, dan berbagi pengetahuan guna mengusung perubahan. Pemikir pemikir lahir dari bercangkir-cangkir kopi, tulisan-tulisan mengalir sampai muara kepala warga, karya karya seni hadir dari pergumulan wacana dari meja meja kedai kopi.

Dongeng Kopi, kedai yang merujuk pada konsepsi bahwa kedai kopi memiliki fungsi sosial tidak sekadar transaksional mengambil tiga tonggak utama sebagai ruang komunitas, kopi dan buku sebagai tema utama. Maka di nadinya mengalir ruang diskursus yang terus menerus sebagai ruh kedai kopi. Beberapa agenda rutin digelar. Mulai dari kelas seduh, bedah buku, kelas hasta karya, dan berbagai turunan agenda lain seperti ngaji kopi, gelanggang jam terbang magang, obrolan senja, serta tanja djawab tentang.


Konsep Galang Warga hadir pada tahun 2018 saat Dongeng Kopi melakukan eksperimentasi bersama #lokusXdongengkopi kedai di Jalan Monumen Jogja Kembali. Kedai yang merupakan ruang magang dari alumnus kelas seduh, kemudian secara rutin menghadirkan berbagai ahli untuk mengisi pendalaman materi lewat Gelanggang Jam Terbang Magang. Disingkat Galang Jambang.


Peruntukannya hanya khusus untuk alumnus Kelas Seduh Manual saja. Kemunculan Galang Warga adalah permintaan warga kerepdolan – kerukunan pelanggan dongeng kopi lan kekancan – yang ingin terlibat dalam berbagai agenda pengayaan wacana, dan pengembangan diri.


Galang Warga sempat berlangsung rutin sebelum pandemi. Namun lantaran pandemi sempat terhenti beberapa waktu. Oktober kemarin kami kembali menyelenggarakan agenda yang mendatangkan berbagai ahli untuk ngobrol kepakaran dalam berbagai tema. Selanjutnya, agenda ini akan berlangsung tiap dua pekan sekali di dua tempat; Dongeng Kopi Jogja, dan Sasana Krida Dongeng Kopi Roastery.

Galang Warga ini bertujuan untuk membangun wacana mendalam soal banyak hal terkait khasanah pengetahuan yang sifatnya multi sektoral agar kedai kopi mengambil peran sebagai lumbung pengetahuan di luar ruang akademik tidak sekadar transaksional semata. Para peserta terdiri dari para pelanggan kedai kopi, peminat kajian khusus, serta pengetahuan multi sectoral. Dengan peserta terbatas, mengkaji proses membangun kedai di daerah sehingga memungkinkan peserta mendapat pengetahuan secara komprehensif dari para praktisi yang telah melalui jam terbang panjang layaknya kajian kepakaran yang disampaikan secara ringan dan santai.