Cupping: Ketika Lidah Mendata Rasa

Dongeng Kopi Jogja

Cupping adalah sebuah kegiatan menyicip kopi yang sering dilakukan di Dongengkopi setiap minggu. Beberapa kopi yang datang dari para petani begitu selesai diroasting biasanya langsung dicupping bersama-sama gerilyawan Dongeng Kopi dan kopilovers yang kebetulan bertandang saat kita menggelar sesi tersebut.

Pada kelas Barista yang biasa kami helat, cupping menjadi materi awal sebelum masuk ke dalam teknik brewing agar peserta belajar untuk mempersepsikan rasa, yang nantinya digunakan sebagai parameter keberhasilan seduhan yang diharapkan.

Mengapa cupping menjadi penting? karena cupping berfungsi untuk mengetahui perbedaan berbagai hasil seduhan kopi berdasarkan jenis, tingkat sangraian biji kopi, dan perbedaan profil rasa khas. Tujuan utama dari cupping adalah untuk mengetahui cacat produk atau profil rasa negatif dari kopi.

Dalam proses cupping, tidak semua dari kita mampu mendekripsikan rasa secara kompleks. Pengalaman atas mencicip dari berbagai rasa, serta kemampuan memanggil ingatan atas rasa yang ada di memori otak, memiliki peran vital dalam mendiskripsikan rasa yang terkandung dalam kopi yang ‘dicupping’. Meminjam istilah dari Pak Yusianto Yusi, deskripsi itu akan muncul melalui ‘perpustakaan rasa’yang dimiliki masing-masing orang.

Saat proses cupping, peran lidah sebagai indera penyecap, bertugas untuk mendeskripsikan rasa yang didapat.

Para peneliti melalui beberapa riset yang mendalam selama bertahun-tahun mengenai peta lidah dan persepsi rasa, berhasil menemukan sebuah bukti bahwa beberapa orang memiliki kepekaan yang kompleks dibandingkan dengan yang lainnya. Kepekaan ini berkaitan dengan sebaran papila yang berbeda.

Lalu apa itu papila? Papila adalah bagian permukaan yang kasar dari lidah berupa tonjolan-tonjolan. Ia mempunyai fungsi mutlak atas persepsi rasa.

Secara keseluruhan di lidah, terdapat tiga jenis papila yang ada struktur lidah diantaranya:

Papila filiformis (fili=benang); berbentuk seperti benang halus yang terletak di sisi lidah; Papila sirkumvalata (sirkum=bulat) yang terletak di belakang lidah; berbentuk bulat, tersusun seperti huruf V; serta papila fungiformis (fungi=jamur); berbentuk seperti jamur di pangkal ujung lidah.

Intensitas persepsi rasa yang dicecap oleh seseorang sangat tergantung pada kepadatan dan distribusi papila. Papila dari ‘supertasters’ biasanya erat terkonsentrasi dan terorganisir. Sebaliknya, ‘nontasters’ memiliki kepadatan pengecap rendah dan papila tidak terorganisir.

Di luar penelitian tersebut, sesungguhnya interaksi rasa yang intens juga mampu meningkatkan koleksi ‘perpustakaan rasa’.

Oleh karenanya, penting untuk melatih lidah kita untuk menemukan peta dimana bagian sensitif dalam merasai rasa tertentu, dan mempelajari hubungan antara rangsangan yang berbeda.

Merujuk dari coffeeresearch.org. Memahami lidah kita relatif sederhana. Kita

disarankan memulainya dari ‘merasai’ gula, asam sitrat, garam, dan kina. Mulailah dengan daerah selain yang ditunjukkan pada peta lidah (gambar di bawah)

Misalnya, menentukan dimana bagian lidah kita dapat merasakan larutan gula selain ujung lidah. Ujung lidah akan menjadi wilayah yang paling sensitif, tapi kita mungkin dapat menemukan ‘rasa’ gula di tempat lain. Berikutnya, percobaan dengan berbagai konsentrasi dan membandingkan apa yang dirasa orang lain. Hal ini penting untuk memperoleh pemahaman tentang kemampuan persepsi kita akan ‘rasa’ yang kita tangkap.

Setelah gula, kemudian berturut-turut kita mencoba asam sitrat, garam, dan kina, kemudian mengkombinasikan secara bersama-sama antara gula dengan asam sitrat, asam sitrat dengan garam, garam dengan kina, dari satu elemen, hingga ke empat elemen dan memetakan dimana bagian lidah kita bisa merasakan secara terang akan rasa tersebut.

Latihan ini menjadi penting untuk merubah persepsi kita bahwa kemampuan merasakan secara komprehensif bukanlah melulu faktor genetik.